PRODUKTIVITAS USAHA AYAM BROILER STUDI KASUS PADA PT GSU DI KABUPATEN SERANG

  • Akbar Satria Bahari Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Indonesia
  • Novie Andri Setianto Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Indonesia
  • Yusmi Nur Wakhidati Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Indonesia
Keywords: broiler, indeks produksi, analisis ekonomi.

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis performa produksi ayam broiler di PT Ayam Gunungsari Utama (GSU), Kabupaten Serang, meliputi biaya produksi, penerimaan, pendapatan, dan kelayakan usaha. Metode penelitian yang digunakan yaitu non eksperimental atau studi kasus. Pengumpulan data melalui wawancara dan observasi yang mencakup rentang waktu dari tahun 2021 hingga 2023. Analisis data terdiri dari analisis deskriptif, produksi, dan ekonomi. Analisis deskriptif memberikan gambaran sistematis tentang keadaan usaha, sedangkan analisis produksi mencakup persentase deplesi, daya hidup, bobot panen, FCR, umur panen, dan indeks produksi (IP). Analisis ekonomi mencakup biaya produksi, penerimaan, pendapatan, BEP, R/C ratio, dan rentabilitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas produksi rata-rata mencapai 2.052.871 ekor/tahun dengan total bobot ayam hidup sebesar 3.223 ton/tahun. Indeks produksi (IP) berkisar antara 255 hingga 410, dengan rata-rata IP sebesar 321. Total keuntungan yang diperoleh adalah Rp 14.054.284.453, dengan rasio keuntungan (R/C) sebesar 1,08. Meskipun produktivitas usaha ayam broiler di PT GSU cukup baik, variasi dalam indeks produksi menunjukkan adanya fluktuasi efisiensi produksi yang memerlukan peningkatan untuk meningkatkan margin keuntungan.

References

Ambriz-Vilchis, V., Jessop, N. S., Fawcett, R. H., Webster, M., Shaw, D. J., Walker, N., & Macrae, A. I. (2017). Effect of yeast supplementation on performance, rumination time, and rumen pH of dairy cows in commercial farm environments. Journal of Dairy Science, 100(7), 5449–5461. https://doi.org/10.3168/jds.2016-12346
Ban, Y., & Guan, L. L. (2021). Implication and challenges of direct-fed microbial supplementation to improve ruminant production and health. In Journal of Animal Science and Biotechnology (Vol. 12, Issue 1). BioMed Central Ltd. https://doi.org/10.1186/s40104-021-00630-x
Castillo, C., & Hernández, J. (2021). Ruminal fistulation and cannulation: A necessary procedure for the advancement of biotechnological research in ruminants. In Animals (Vol. 11, Issue 7). MDPI AG. https://doi.org/10.3390/ani11071870
Darwin, & Blignaut, D. (2019). Alkaline treatment for preventing acidosis in the rumen culture fermenting carbohydrates: An experimental study in vitro. Journal of Advanced Veterinary and Animal Research, 6(1), 100–107. https://doi.org/10.5455/javar.2019.f319
Hernández, J., Benedito, J. L., Abuelo, A., & Castillo, C. (2014). Ruminal acidosis in feedlot: From aetiology to prevention. Scientific World Journal, 2014. https://doi.org/10.1155/2014/702572
Jaramillo-López, E., Itza-Ortiz, M. F., Peraza-Mercado, G., & Carrera-Chávez, J. M. (2017). Ruminal acidosis: Strategies for its control. Austral Journal of Veterinary Sciences, 49(3), 139–148. https://doi.org/10.4067/S0719-81322017000300139
Khaskheli, A. A., Khaskheli, M. I., Khaskheli, A. J., & Khaskheli, A. A. (2020). A mini review on the Lactic Acidosis in goats and its remedial approaches. Aceh Journal of Animal Science, 5(2), 98–103. https://doi.org/10.13170/ajas.5.2.16733
Kraut, J. A., & Madias, N. E. (2010). Metabolic acidosis: Pathophysiology, diagnosis and management. Nature Reviews Nephrology, 6(5), 274–285. https://doi.org/10.1038/nrneph.2010.33
Leeuw, K. J., Siebrits, F. K., Henning, P. H., & Meissner, H. H. (2009). Effect of Megasphaera elsdenii NCIMB 41125 drenching on health and performance of steers fed high and low roughage diets in the feedlot. South African Journal of Animal Science, 39(4), 337–348. https://doi.org/10.4314/sajas.v39i4.51129
Martin, S. A. (1998). Manipulation of Ruminal Fermentation with Organic Acids: A Review. Journal of Animal Science, 76(12), 3123–3132. https://doi.org/10.2527/1998.76123123x
Matyukhin, I., Patschan, S., Ritter, O., & Patschan, D. (2020). Etiology and Management of Acute Metabolic Acidosis: An Update. Kidney and Blood Pressure Research, 45(4), 523–531. https://doi.org/10.1159/000507813
Minami, N. S., Sousa, R. S., Oliveira, F. L. C., Dias, M. R. B., Cassiano, D. A., Mori, C. S., Minervino, A. H. H., & Ortolani, E. L. (2021). Subacute ruminal acidosis in Zebu cattle: Clinical and behavioral aspects. Animals, 11(1), 1–12. https://doi.org/10.3390/ani11010021
Monteiro, H. F., & Faciola, A. P. (2020). Ruminal acidosis, bacterial changes, and lipopolysaccharides. Journal of Animal Science, 98(8), 1–9. https://doi.org/10.1093/jas/skaa248
Monteiro, H. F., Lelis, A. L. J., Fan, P., Calvo Agustinho, B., Lobo, R. R., Arce-Cordero, J. A., Dai, X., Jeong, K. C., & Faciola, A. P. (2022). Effects of lactic acid-producing bacteria as direct-fed microbials on the ruminal microbiome. Journal of Dairy Science, 105(3), 2242–2255. https://doi.org/10.3168/jds.2021-21025
Plaizier, J. C., Danscher, A. M., Azevedo, P. A., Derakhshani, H., Andersen, P. H., & Khafipour, E. (2021). A grain-based sara challenge affects the composition of epimural and mucosa-associated bacterial communities throughout the digestive tract of dairy cows. Animals, 11(6). https://doi.org/10.3390/ani11061658
Putra, N. G. W., Ramadani, D. N., Ardiansyah, A., Syaifudin, F., Yulinar, R. I., & Khasanah, H. (2022). Review: Strategi Pencegahan dan Penanganan Gangguan Metabolis pada Ternak Ruminansia. Jurnal Peternakan Indonesia (Indonesian Journal of Animal Science), 24(2), 150. https://doi.org/10.25077/jpi.24.2.150-159.2022
Rodrigues, F. A. M. L., Minervino, A. H. H., Barrêto, R. A., Reis, L. F., Ferreira, R. N. F., Mori, C. S., Oliveira, F. L. C., Sousa, R. S., Araújo, C. A. S. C., & Ortolani, E. L. (2019). Hypertonic saline solution (NaCl 7.2%) enhances renal excretion of acids in cattle with acute ruminal lactic acidosis. Polish Journal of Veterinary Sciences, 22(1), 37–42. https://doi.org/10.24425/pjvs.2018.125605
Ullah, h. a, Khan, J. A., Khan, M. S., Sadique, U., Shah, M., Idrees, M., & Shah, Z. (2013). Clinico-Therapeutical Trials of Lactic Acidosis in Small Ruminants. The Journal of Animal and Plant Sciences, 23(1), 80–83.
Voulgarakis, N., Gougoulis, D., Psalla, D., Papakonstantinou, G., Angelidou-Tsifida, M., Papatsiros, V., Athanasiou, L. V., & Christodoulopoulos, G. (2023). Ruminal Acidosis Part I: Clinical manifestations, epidemiology, and impact of the disease. Journal of the Hellenic Veterinary Medical Society, 74(3), 5883–5891. https://doi.org/10.12681/jhvms.31237
Wang, W., Lund, P., Larsen, M., & Weisbjerg, M. R. (2023). Effect of nitrate supplementation, dietary protein supply, and genetic yield index on performance, methane emission, and nitrogen efficiency in dairy cows. Journal of Dairy Science, 106(8), 5433–5451. https://doi.org/10.3168/jds.2022-22906.
UKURAN TULANG FEMUR BROILER YANG DITAMBAHKAN ENKAPSULASI EKSTRAK LIMBAH KAPULAGA PADA RANSUM

Nico Ananda Pratama, Lilik Krismiyanto dan Mulyono
Program Studi S1 Peternakan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, 50275
*email: lilikkrismiyanto@lecturer.undip.ac.id
Abstrak. Penelitian bertujuan untuk mengkaji penambahan enkapsulasi ekstrak limbah buah kapulaga pada ransum terhadap konsumsi kalsium, panjang dan bobot tulang femur ayam broiler. Materi yang digunakan yaitu ayam broiler strain Ross unsexed umur 8 hari sebanyak 198 ekor dengan bobot badan rata rata ±207,4 g. Enkapsulasi ekstrak limbah buah kapulaga (EELBK) sebagai bahan perlakuan. Penelitian disusun menggunakan rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan (masing-masing diisi 10 ekor). Perlakuan yang diterapkan meliputi: T0 = ransum basal, T1 = ransum basal
+ EELBK 0,02%, T2 = ransum basal + EELBK 0,04%, T3 = + EELBK 0,06%, T4 = + EELBK 0,08%. Parameter yang diukur meliputi konsumsi kalsium, panjang dan bobot tulang femur. Data diolah menggunakan analisis varians pada taraf signifikansi 5%, jika terdapat pengaruh perlakuan dilanjutkan dengan Uji Duncan pada taraf signifikansi 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan enkapsulasi ekstrak limbah buah kapulaga pada ransum berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap panjang dan bobot tulang femur, sedangkan tidak berpengaruh (p>0,05) terhadap konsumsi Ca. Simpulan penelitian adalah penambahan enkapsulasi ekstrak limbah buah kapulaga sebanyak 0,08% pada ransum mampu meningkatkan panjang dan bobot tulang femur ayam broiler, meskipun konsumsi kalsium sama.
Kata kunci : ayam broiler, enkapsulasi, femur, limbah buah kapulaga
PENGARUH EFEKTIVITAS KERJA ENZIM EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale roscoe), NANAS (Ananas comosus), DAN PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP SIFAT FISIK DAGING KAMBING

Revdika Adizty Putra Wibawadi*, Agustinus Hantoro Djoko Rahardjo dan Agustinah Setyaningrum
Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman
*email: revdika.wibawadi@mhs.unsoed.ac.id
Abstrak. Penelitian bertujuan untuk mengetahui manakah enzim yang lebih baik terhadap sifat fisik daging kambing dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan sehingga terdapat 20 unit percobaan. Perlakuan yang diberikan yaitu perendaman selama 30 menit, tanpa perendaman (P0), ekstrak jahe (P1), ekstrak nanas (P2), dan ekstrak pepaya (P3). Variabel yang diamati yaitu keempukan, pH, susut masak, dan daya ikat air. Uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) pada keempukan nilai P1 dan P3 tidak berbeda nyata terhadap P0, namun nilai P2 berbeda nyata terhadap P0, dan nilai P1, P2, dan P3 memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Pada pH nilai P1 dan P3 tidak berbeda nyata terhadap P0, namun pada nilai P2 berbeda nyata terhadap P0. Pada daya ikat air dihasilkan nilai P1 dan P3 tidak berbeda nyata terhadap P0, namun pada nilai P2 berbeda nyata terhadap P0, dan nilai P1, P2, dan P3 memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Pada susut masak dihasilkan nilai P1 dan P3 tidak berbeda nyata terhadap P0, namun pada P2 memiliki nilai berbeda nyata terhadap P0, dan pada P2, dan P3 memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Hasil menunjukkan nilai P0 pada keempukan 13749,46 gf, pH 6,56, daya ikat air 44,23%, dan susut masak 42,88%. Nilai P1 keempukan 11795,36 gf, pH 6,43, daya ikat air 45,28%, dan susut masak 43,66%. Nilai P2 keempukan 9525,10 gf, pH 5,62, daya ikat air 46,95%, dan susut masak 40,82%. Nilai P3 keempukan 11145,37 gf, pH 6,20, daya ikat air 45,51%, dan susut masak 42,39%. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perendaman dengan menggunakan ekstrak nanas lebih baik dalam proses merubah sifat fisik daging kambing dibandingkan dengan ekstrak jahe dan pepaya.
Kata kunci: daging kambing, keempukan, pH, susut masak, daya ikat air
Abstract. This study aims to determine which enzyme is better for the physical properties of goat meat with a completely randomized design (CRD) consisting of 4 treatments and 5 replicates so that there are 20 experimental units. The treatments given were soaking for 30 minutes, without soaking (P0), ginger extract (P1), pineapple extract (P2), and papaya extract (P3). The variables observed were tenderness, pH, cooking shrinkage, and water binding capacity. Further test of Honest Real Differences (BNJ) on the tenderness of P1 and P3 values were not significantly different from P0, but P2 values were significantly different from P0, and P1, P2, and P3 values had values that were not significantly different. At pH, the values of P1 and P3 were not significantly different from P0, but the value of P2 was significantly different from P0. In water binding capacity, the values of P1 and P3 were not significantly different from P0, but the value of P2 was significantly different from P0, and the values of P1, P2, and P3 had values that were not significantly different. In cooking shrinkage, the values of P1 and P3 were not significantly different from P0, but P2 had a significantly different value from P0, and P2, and P3 had values that were not significantly different. The results showed the value of P0 at 13749.46 gf tenderness, pH 6.56, water binding capacity 44.23%, and cooking shrinkage 42.88%. P1 value on tenderness 11795.36 gf, pH 6.43, water binding capacity 45.28%, and cooking shrinkage 43.66%. P2 value of 9525.10 gf tenderness, pH 5.62, water binding capacity 46.95%, and cooking shrinkage 40.82%. P3 value of tenderness 11145.37 gf, pH 6.20, water binding capacity 45.51%, and cooking shrinkage 42.39%. The results of the study can be concluded that soaking using pineapple extract is better in the process of changing the physical properties of goat meat compared to ginger and papaya extracts.
Keyword: goat meat, ternderness, cooking losses, pH, water holding capacity
PENDAHULUAN
Sifat fisik sangat memegang peran penting pada proses pengolahan dikarenakan sifat fisik dapat menentukan kualitas dan jenis olahan dan informasi mengenai sifat fisik berbagai jenis ternak sangat penting agar proses pengolahan daging tepat dan berkualitas. Kualitas daging dapat ditinjau dari beberapa aspek kualitas, yaitu kualitas kimiawi daging, kualitas mikrobiologis daging dan kualitas fisik daging. Perendaman daging kambing dengan ekstrak jahe, ekstrak nanas, dan ekstrak pepaya diidentifikasi akan mempengaruhi kualitas fisik daging kambing dan juga keempukan daging kambing tersebut, karena jahe, nanas dan pepaya memiliki enzim yang serupa yaitu untuk menghidrolisis protein daging sehingga daging menjadi lebih empuk. Jahe memiliki enzim zingibain, pada nanas memiliki enzim bromelin, dan pada pepaya memiliki enzim papain.
Permasalahan pada daging kambing adalah memiliki tekstur yang alot dan memiliki serat lebih kasar sehingga membutuhkan proses pengempukan. Enzim zingibain, enzim bromelin, dan papain seringkali digunakan untuk pengempukan daging kambing dan akan dilihat dari ketiga bahan tersebut manakah yang lebih baik untuk menghidrolisis jaringan ikat protein daging agar kualitas daging menjadi lebih baik. Ketiga bahan tersebut memiliki pH yang rendah sehingga dengan semakin lamanya perendaman daging dengan ekstrak jahe, nanas, dan pepaya akan menurunkan pH daging. Nilai susut masak dan DIA dipengaruhi oleh pH daging kambing.
METODE PENELITIAN
Materi pada penelitian ini yaitu 3.000 g daging kambing bagian paha, 5 buah nanas, 500 g jahe, 2 buah pepaya, buffer 500 ml, dan aquades 1.000 ml.
Penelitian pengaruh pada daging kambing dengan perendaman jahe, nanas, dan pepaya terhadap pH, daya ikat air, susut masak, dan keempukan dilaksanakan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Jumlah perlakuan diterapkan yaitu 4 perlakuan dengan 5 ulangan sehingga menghasilkan 20 unit percobaan.
P0: Daging kambing tanpa perendaman
P1: Daging kambing dengan perendaman ekstrak jahe didiamkan selama 30 menit
P2: Daging kambing dengan perendaman ekstrak nanas didiamkan selama 30 menit
P3: Daging kambing dengan perendaman ekstrak pepaya didiamkan selama 30 menit
Susut Masak. Sampel daging ditimbang, dipotong-potong, dan dibungkus dengan plastic polietilena, kemudian dipanaskan selama 60 menit pada suhu 800C menggunakan penangas air. Gunakan rumus untuk menentukan penyusutan masak: Susut masak = (BSD-BST)/BSD X 100%
Keempukan. Menyiapkan penganalisis tekstur, menempatkan daging tepat di bawah probe silinder, memasang probe di ujung sampel, dan melihat hasil pengukuran yang angkanya tercetak pada penganalisis tekstur adalah langkah pertama dalam mengukur keempukan.
pH. Sebanyak 10 g daging dihaluskan dan ditambah 40 ml aquades selanjutnya diukur nilai pH daging menggunakan pH meter.
Daya ikat air. rumus: mgH2O = ???????????????? ????????????????ℎ (????????2) 0,0948−8. Kadar air dihitung dengan cara: Cawan dikeringkan dalam oven dengan suhu 1350 C selama 30 menit, cawan didinginkan dalam desikator selama 15 menit, dan ditimbang (W1), sampel daging sebanyak 5 gr 1050 C selama 24 jam sampai diperoleh berat yang tetap, Cawan berisi sampel didinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang (W3). Kadar air dihitung dalam persamaan: Kadar air (%) = ????2−????3????2−????1 ???? 100%. Daya ikat air (DIA) dihitung dengan menggunakan rumus: Daya ikat air = % kadar air – ????????????2????300 ????????????100%
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat fisik daging merupakan hal terpenting untuk dijadikan acuan konsumen dalam memilih daging yang berkualitas. Sifat fisik daging dapat berbeda pada setiap jenis dan umur ternak. Sifat fisik daging meliputi keempukan, pH, daya ikat air (DIA), dan susut masak. Hasil pengujian pengaruh setiap enzim dengan lama perendaman 30 menit menggunakan ekstrak jahe, ekstrak buah nanas, dan ekstrak buah pepaya pada sifat fisik daging kambing disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat fisik (keempukan, pH, daya ikat air, dan susut masak)
Peubah yang diamati Perlakuan
Tanpa Perendaman Ekstrak Jahe Ekstrak Nanas Ekstrak Pepaya
Keempukan (gf) 13749,46b 11795,36ab±1954.1 9525,10a±2270,26 11145,37ab±1620,27
pH 6,56b 6,43b±0,13 5,62a±0,81 6,20b±0,58
Daya ikat air (%) 44,23a 45,28ab±1,05 46,95b±1,67 45,51ab±1,44
Susut masak (%) 42,88b 43,66b±0,78 40,82a±2,84 42,39ab±1,57
Keterangan: Superskip huruf kecil yang berbeda pada kolom menunjukkan adanya perbedaan nyata.
Berdasarkan Tabel 1. menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan memiliki nilai yang berbeda-beda karena enzim yang dimiliki setiap ekstrak memiliki kemampuan menghidrolisis protein daging yang berbeda.
Keempukan
Keempukan dan tekstur daging merupakan faktor penentu yang paling penting pada kualitas daging. Hasil pengujian yang dilakukan terhadap nilai keempukan daging kambing dengan perendaman ekstrak jahe, ekstrak nanas, dan ekstrak pepaya mengalami peningkatan nilai keempukan daging kambing.
Keempukan daging kambing dengan perendaman ekstrak jahe ini mendapati kenaikan nilai keempukan dari P0. Keempukan daging dengan perendaman ekstrak jahe didapatkan nilai 11795,36 gf, nilai tersebut adanya peningkatan dari P0, hal tersebut menyatakan bahwa perendaman dengan ekstrak jahe secara fisiologis mempengaruhi tekstur dan keempukan daging kambing. Hal ini sesuai dengan penelitian Suratno et al (2020) bahwa perendaman dengan blend jahe mempengaruhi tekstur dan keempukan daging yang diakibatkan kemampuan enzim proteolitik dalam memecah ikatan antar serabut daging melalui proses hidrolisis. Perendaman daging kambing dengan ekstrak nanas mendapatkan nilai 9525,10 gf, keempukan tersebut lebih baik dibandingkan dengan tanpa perendaman, ekstrak jahe, dan pepaya. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Jahidin dan Monica, (2018) bahwa ekstrak buah nanas yang ditambahkan dalam larutan daging akan membuat jaringan ikat yang terhidrolisis semakin banyak dan menyebabkan daging menjadi lebih empuk. Perendaman daging kambing dengan ekstrak buah pepaya didapatkan nilai 11145,37 gf yang dimana menggunakan ekstrak papaya dapat meningkatkan tingkat keempukan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Prayitno et al (2020) bahwa nilai keempukan daging akan terus meningkat secara linier dengan bertambahnya waktu lama perendaman menggunakan ekstrak pepaya.
Berdasarkan uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa keempukan daging yang direndaman dengan ekstrak nanas memiliki nilai berbeda nyata dari pada daging tanpa perendaman, namun tidak berbeda nyata terhadap daging yang direndam dengan ekstrak jahe, dan daging dengan perendaman ekstrak pepaya. Perendaman dengan ekstrak jahe dan ekstrak papaya memliki nilai yang tidak berbeda nyata terhadap daging yang tidak dilakukan perendaman. Hasil uji lanjut tersebut memiliki nilai yang tidak berbeda nyata dari setiap perlakuan namun pada ekstrak nanas memiliki kecenderungan lebih empuk karena memiliki nilai keempukan 9525,10 gf yang berarti daging tersebut empuk. Kenaikan nilai keempukan tersebut disebabkan oleh enzim proteolitik dalam memecah ikatan serabut daging kambing melalui proses hidrolisis sehingga daging menjadi lebih empuk. Hal ini sesuai dengan pendapat Jahidin dan Monica (2018) bahwa protein terhidrolisis menyebabkan hilangnya ikatan antar serat dan pemecahan menjadi lebih pendek, sehingga serat otot menjadi lebih mudah terpisah yang menjadikan daging lebih empuk.
pH
Nilai pH merupakan salah satu kriteria dalam penentuan kualitas daging. Hasil pengujian yang dilakukan terhadap pH daging kambing dengan perendaman ekstrak jahe, ekstrak buah nanas, dan ekstrak buah pepaya dengan lama perendaman 30 menit menunjukkan bahwa adanya penurunan pH dari setiap enzim. Setiap enzim bekerja dalam menurunkan pH daging dari 6,56 menjadi 5,62.
Nilai pH pada penelitian yang dilakukan dengan perendaman ekstrak jahe didapatkan 6,43, nilai tersebut mendekati pH netral pada sari jahe. Suratno et al (2020) menyatakan bahwa perendaman daging sapi dengan blend jahe tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan pH. Suantika et al (2017) menambahkan bahwa perlakuan perendaman daging ke dalam sari jahe tidak berpengaruh terhadap pH daging, sari jahe memiliki pH mendekati netral yaitu (6,49). Nilai pH dengan perendaman ekstrak buah pepaya didapatkan nilai pH 6,20. Pada ekstrak papaya yaitu enzim papain ini tidak menurunkan pH secara drastis dikarenakan enzim papain aktif secara optimal yaitu pada suhu 38o – 80o, sedangkan suhu ruang pada saat penelitian yaitu 34oC. Hasil penelitian yang dilakukan Ismanto dan Basuki (2017) bahwa perendaman daging dengan ekstrak nanas dan ekstrak papaya menunjukkan perbedaan yang nyata, namun enzim papain tidak mengubah pH secara drastis. Pada penelitan ini pH terendah dihasilkan oleh perendaman dengan ektsrak buah nanas yang memiliki enzim bromelin dengan nilai pH 5,62 yang artinya berpengaruh lebih dalam menurunkan pH daripada daging tanpa perendaman, daging perendaman dengan ekstrak jahe, dan daging perendaman dengan ekstrak pepaya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soeparno (2011) menyatakan bahwa pH normal daging berkisar 5,3 - 5,9 dan tergantung laju glikolisis post-moertem. Pada ekstrak jahe tidak mempengaruhi penurunan pH daging kambing dikarenakan zat aktif yang terdapat pada jahe yaitu shogaol, zingeron, gingerol dan fenol yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Berdasarkan uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa pH daging yang direndam dengan ekstrak jahe, ekstrak nanas dan ekstrak pepaya selama 30 menit didapatkan hasil perendaman ekstrak nanas berbeda nyata terhadap tanpa perendaman, ekstrak jahe, dan pepaya, namun pada perendaman menggunakan ekstrak jahe, dan ekstrak papaya tidak berbeda nyata terhadap tanpa perendaman.
Daya ikat air
Berdasarkan hasil penelitian daya ikat air telah dilakukan, perendaman daging kambing menggunakan ekstrak jahe, ekstrak buah nanas, dan ekstrak buah pepaya, adanya peningkatan nilai daya ikat air. Nilai daya ikat air daging kambing yang semakin meningkat pada penelitian ini diduga karena adanya perubahan protein dalam daging kambing yang diakibatkan oleh enzim proteolitik. Hal ini sependapat dengan pernyataan Soeparno (2011) bahwa enzim - enzim proteolitik bertanggung jawab atas perubahan membran sel otot.
Nilai daya ikat air daging kambing dengan ekstrak jahe 45,28% adanya kenaikan mengikat air dalam daging dari perlakuan kontrol. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Suantika et al (2017) menyatakan bahwa nilai rata-rata daya ikat air tertinggi pada perlakuan P3 yang merupakan hasil optimal dari perlakuan lainnya, yang dimana enzim zingibain dapat meningkatkan nilai DIA. Nilai rata-rata daya ikat air daging kambing dengan perendaman ekstrak buah nanas 46,95% ini lebih besar daripada daging tanpa perendaman, ekstrak jahe, dan pepaya dalam proses mengikat air dalam daging. Hal ini sesuai dengan penelitian Jahidin dan Monica (2018) menyatakan bahwa perendaman daging kerbau menggunakan ekstrak nanas dapat meningkatkan DIA yang terdapat enzim bromelin yang dimiliki ekstrak buah nanas.
Nilai rata-rata daya ikat air (DIA) daging kambing dengan perendaman ekstrak buah pepaya 45,51%. Menurut penelitian Ismanto dan Basuki (2017) menyatakan bahwa hasil penambahan ekstrak buah pepaya mengalami kenaikan mengikat air dalam daging namun tidak memberikan pengaruh yang nyata. Soeparno (2011) menyatakan bahwa pH yang lebih tinggi atau rendah dari titik isolektrik protein daging akan menyebabkan proses mengikat air dalam daging meningkat. Nilai rata – rata daya ikat air dengan perendaman ekstrak nanas yaitu 46,95% yang dimana ekstrak buah nanas lebih baik dalam mengikat air dalam daging daripada daging tanpa perendaman 44,23%, perendaman daging dengan ekstrak jahe 45,28%, dan perendaman daging dengan ekstrak buah pepaya (P3) 45,51%. Soeparno (2011) menyatakan bahwa kisaran normal daya ikat air pada daging sebesar 20-60%.
Berdasarkan uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa daya ikat air daging yang direndam dengan ekstrak jahe, ekstrak nanas dan ekstrak pepaya selama 30 menit didapatkan yang direndam dengan ekstrak jahe dan ekstrak papaya tidak berbeda nyata dengan daging tanpa dilakukan perendaman dan juga pada perendaman menggunakan ekstrak nanas tidak berbeda nyata terhadap perendaman ekstrak jahe dan ekstrak pepaya, namun hasil lainnya didapatkan bahwa perendaman menggunakan ekstrak nanas berbeda nyata terhadap daging tanpa perendaman.
Susut masak
Berdasarkan hasil perhitungan ANAVA dan penelitian perendaman dengan ekstrak jahe, ekstrak buah nanas, dan ekstrak buah pepaya menunjukkan bahwa daging kambing dengan perendaman ketiga ekstrak tersebut berbeda sangat nyata. Menurut Soeparno (2011) menyatakan bahwa daging yang memiliki susut masak rendah akan menghasilkan kualitas yang lebih baik dikarenakan nutrisi yang hilang selama pemasakan akan lebih sedikit, sedangkan susut masak dengan nilai tinggi dapat menjadi indikator bahwa nutrisi yang terlarut akan semakin besar.
Nilai rata-rata susut masak daging kambing dengan perendaman ekstrak jahe 43,66% dan ekstrak buah pepaya 42,39%. Berdasarkan penelitian Sunarlim dan Usmiati (2009) bahwa daging kambing yang diberikan tambahan ekstrak buah pepaya akan menghasilkan susut masak sebesar 34,08-47,49% yang dimana nilai tersebut tergolong normal. Nilai rata-rata susut masak daging kambing dengan perendaman ekstrak buah nanas 40,82%. Menurut penelitian Jahidin dan Monica (2018) melaporkan bahwa ekstrak buah nanas pada daging kerbau dapat meningkatkan susut masak sebesar 35,65-47,0%.
Perendaman dengan ekstrak jahe belum mampu menurunkan susut masak daging kambing, tetapi perendaman dengan menggunakan ektrak nanas dan ekstrak buah pepaya mampu menurunkan susut masak pada daging kambing. Nilai terkecil yaitu 40,82 dengan perendaman ekstrak buah nanas. Menurut Soeparno (2011) menyatakan bahwa daging yang memiliki susut masak rendah akan menghasilkan kualitas yang lebih baik dikarenakan nutrisi yang hilang selama pemasakan akan lebih sedikit, sedangkan susut masak dengan nilai tinggi dapat menjadi indikator bahwa nutrisi yang terlarut akan semakin besar.
Berdasarkan uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa daya ikat air daging yang direndam dengan ekstrak jahe, ekstrak nanas dan ekstrak pepaya selama 30 menit didapatkan hasil pada perendaman ekstrak jahe dan ekstrak papaya tidak berbeda nyata terhadap daging tanpa perendaman. Daging kambing dengan perendaman ekstrak nanas tidak berbeda nyata terhadap daging kambing dengan perendaman ekstrak papaya, namun pada ekstrak nanas berbeda nyata terhadap daging tanpa perendaman dan perendaman dengan ekstrak jahe.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perendaman daging kambing menggunakan ekstrak jahe, nanas, dan pepaya dapat digunakan untuk merubah sifat fisik daging kambing. Ketiga ekstrak tersebut yang lebih baik dalam merubah sifat fisik daging kambing yaitu ekstrak nanas.
DAFTAR PUSTAKA
Ismanto, A., dan R. Basuki. 2017. Pemanfaatan ekstrak buah nanas dan ekstrak buah pepaya sebagai bahan pengempuk daging ayam parent stock afkir. Jurnal Peternakan Sriwijaya. 6(2):60-69.
Jahidin, J. P., dan M. Monica. 2018. Efek penggunaan ekstrak buah nanas (Ananas cosomus I. Merr) terhadap kualitas fisik daging kerbau. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu peternakan. 21(1):47-54.
Soeparno, 2011. Ilmu dan teknologi daging. Cetakan ke V. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Suantika, R., L. Suryaningsih, and J. Gumilar. 2017. Pengaruh lama perendaman dengan menggunakan sari jahe terhadap kualitas fisik (daya ikat air, keempukan, dan pH) daging domba. Jurnal Ilmu Ternak. 17(2):67–72.
Sunarlim, R., & S. Usmiati. 2009. Karakteristik daging kambing dengan perendaman enzim papain. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Bogor.
Suratno. S., A. Husni, R. Riyanti, and D. Septianova. 2020. Pengaruh lama perendaman daging sapi dalam blend jahe (Zingiber officianale roscoe) terhadap pH dan keempukan Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan. 4(2):125-131.
PEMBERIAN PUPUK ORGANIK CAIR BERBAHAN BAKU SLURRY BIOGAS DENGAN PENAMBAHAN BAHAN YANG BERBEDA TERHADAP PRODUKSI RUMPUT ODOT

Desna Ayu Wijayanti*1, Puji Astuti1 dan Ilham Erlambang Ajie2
1 Produksi Ternak, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Muhammadiyah Karanganyar
2 Mahasiswa Produksi Ternak, Universitas Muhammadiyah Karanganyar
*email: desnawijayanti@gmail.com
Abstrak. Produksi rumput odot berkaitan erat dengan jenis pupuk yang diberikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari pemberian pupuk organik cair menggunakan slurry biogas dengan penggunaan bahan yang berbeda terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan produksi segar rumput odot. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan, sehingga total unit percobaan yakni 20. Perlakuan terdiri dari P0 (Kontrol/ slurry tanpa penambahan bahan lain), P1 (slurry + EM4), P2 (slurry + tetes tebu), P3 (slurry + tetes tebu + EM 4). Parameter yang diukur dalam penelitian meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun dan produksi segar rumput odot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik berbahan baku slurry dengan penambahan bahan yang berbeda pada perlakuan P3 memberikan pengaruh terhadap produksi rumput odot.
Kata kunci: biogas, organik, produksi, rumput, slurry
Abstract. Production of Odot is closely related to the type of fertilizer given. This study aims to find out the impact of the supply of liquid organic fertilizer using biogas slurry with the use of different materials on the height of plants, the number of leaves and the production of fresh herbs. The study was conducted using the Complete Random Scheme (RAL), consisting of 4 treatments and 5 repetitions, so that the total experimental units were 20. The treatment consisted of P0 (Control/ slurry without the addition of other ingredients), P1 (slurry + EM4 + water), P2 (slurry + pumpkin drops + water) and P3 (slurry + pumpkins droplets + EM 4 + water). The parameters measured in the study included plant height, number of leaves, leaf length and fresh production of herbaceous grasses. The results of the study showed that the administration of organic fertilizer containing raw slurry with the addition of different ingredients to the treatment P3 has an effect on herbage production.
Keyword: biogas, sludge, slurry, grass
PENDAHULUAN
Pemenuhan hijauan pakan ternak atau HPT menjadi salah satu aspek yang menjadi bahan pertimbangan dalam menunjang produktivitas ternak, khusunya pada ternak ruminansia. Produktivitas pada masing-masing jenis hijauan pakan berbeda, hal tersebut dapat dilihat dari kandungan nutrisinya. Adapun kandungan nutrisi dari hijauan juga bergantung pada manajemen budidaya hijauan pakan tersebut. Manajemen budidaya hijauan pakan yang tepat dan didukung dengan penggunaan bahan-bahan yang tepat dalam proses budidaya menjadi kunci dari terpenuhinya kebutuhan pakan ternak dalam bentuk hijauan.
Ketepatan dalam budidaya hijauan pakan juga bergantung pada unsur hara yang terkandung dalam tanah, dengan budidaya hijauan pakan yang menggunakan pupuk kimia akan mengakibatkan kandungan unsur hara yang semakin terkuras dan terbatas. Sehingga, diperlukan langah-langkah lain dalam budidaya hijuan pakan untuk peningkatan produktivitasnya. Salah satu jenis hijauan pakan yang memiliki produktivitas tinggi dan peka akan respon kesuburan tanah yaitu rumput odot. Selain itu, rumput odot memiliki durasi tanam yang pendek, responsive terhadap pemupukan dan merupakan hijauan pakan yang potensial untuk dijadikan pakan ternak (Nganji dan Sudarma, 2023).
Peningkatan pertumbuhan dan produktivitas rumput odot dapat dilakukan dengan beberapa langkah salah satunya yakni dengan pemupukan baik dalam bentuk solid maupun liquid untuk memasok kebutuhan unsur hara selama masa pembudidayaan. Mudap et al. (2019) menyatakan bahwa pemupukan secara organik dapat mendukung untuk memasok unsur hara sehingga dapat menunjang pertumbuhan dan produksi rumput odot. Hasil penelitian pemanfaatan slurry biogas pada hijauan pakan sudah diterapkan pada beberapa daerah dengan perlakuan berbeda dan menunjukkan peningkatan performans pada hijauan pakan tersebut. Sufriyanto et al. (2012) menyakatakan bahwa pupuk yang berasal dari bahan baku slurry biogas pada rumput gajah dilaporkan bahwa pemberian pada level 0,5 ml L-1, menunjukkan performans terbaik dari produksi rumput gajah sebesar 9,85 kg m2. Adanya hasil penelitian terkait diatas, pemanfaatan slurry biogas untuk pemupukan tanaman rumput odot perlu digiatkan kembali untuk dijadikan sebagai tindakan preventif dalam menanggulangi kekurangan pakan hijauan dibeberapa lahan serta memanfaatkan limbah biogas berupa padatan dan cairan yang sering dijumpai pada peternakan rakyat.
Tanah yang subur yakni kondisi tanah yang mampu memasok unsur hara atau nutrisi tanah yang nantinya diperlukan dan diserap oleh tanaman untuk mempertahankan pertumbuhan rumput dalam jumlah yang cukup. Produktivitas tanah yang menurun juga akan berpengaruh pada produktivitas hijauan pakan dan merupakan akibat dari kesuburan tanah yang telah didegradasi. Pendapat Nganji dan Jawang (2022), unsur hara yang cukup pada tanah dapat menunjang pertumbuhan suatu tanaman pakan baik secara vegetatif maupun generatif. Budidaya tanaman pakan sangat penting memperhatikan kesuburan tanah sebab tanaman dapat berproduksi optimal bila mendapat suplai unsur hara yang tepat.
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu kajian lebih dalam untuk mengetahui pengaruh penggunaan pupuk organik berbahan baku slurry biogas dengan penambahan bahan yang berbeda terhadap pertumbuhan dan produktivitas rumput odot.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah, tepatnya pada Lahan CV Lembu Ismo Farm yang berlangsung selama dua bulan.
Materi Penelitian
Adapun dalam pelaksanaan penelitian menggunakan beberapa materi yakni, rumput odot dengan tinggi tunas sekitar 15 cm, slurry biogas, polybag, tanah, EM 4, air dan tetes tebu. Sedangkan, untuk alat pendukung berupa sekop, ember, terpal dan alat tulis menulis.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan yakni percobaan dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan, sehingga terdapat 20 unit percobaan. Adapun unit percobaan tersebut, terdiri dari:
P0 : Kontrol/ slurry tanpa penambahan bahan lain
P1 : 50% slurry + 50% EM4
P2 : 50% slurry + 50% tetes tebu
P3 : 50% slurry + 25% tetes tebu + 25% EM 4
Parameter yang diukur yakni, tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun dan bobot segar atau produksi rumput odot. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan analisis statistik Rancangan Acak Lengkap (RAL).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis statistika terhadap produksi dan pertumbuhan rumput odot menunjukkan nilai yang berbeda pada masing-masing perlakuan pupuk organik slurry biogas. Berikut adalah rataan hasil produksi dan pertumbuhan rumput odot dengan perlakuan pemberian pupuk organik slurry biogas dengan penambahan yang berbeda, disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan Perlakuan Jumlah Daun, Panjang Daun, Tinggi Tanaman dan Produksi Bobot Segar
Variabel Perlakuan
P0 P1 P2 P3
Jumlah Daun (helai) 77,07 ± 3,70a 79,42 ± 3,16b 78,30 ± 3,17a 80,48 ± 0,66b
Panjang Daun (cm) 55,16 ± 1,62a 54,78 ± 0,86a 56,16 ± 0,54b 57,43 ± 0,51c
Tinggi Tanamana (cm) 77,15 ± 2,71a 78,06 ± 4,12a 79,44 ± 1,62ab 80,75 ± 4,32b
Produksi Bobot Segar (gram/ rumpun) 558,24 ± 27,98a 568,73 ± 30,22a 573,46 ± 43,13ab 584.02 ± 59,02b
Keterangan: notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).
Jumlah Daun Rumput Odot
Jumlah daun merupakan salah satu indikator yang dapat menunjukkan pertumbuhan serta perkembangan tanaman pakan ternak yang ditujukan pada fase vegetative. Berdasarkan hasil statistik menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap jumlah daun. Rataan jumlah daun rumput odot yang dihasilkan berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 1, masih dalam kesesuain jumlah daun yang dihasilkan pada penelitian Khakim (2017), yakni 54,3 – 80, 2 helai. Bila dilihat nilai rataan kecenderungan jumlah daun tertinggi dihasilkan pada perlakuan P3 yakni pupuk berbahan baku bioslurry dengan tambahan EM4 dan juga tetes tebu. Hasil Penelitian Reksohadiprodjo (1985), menyatakan bahwa pertumbuhan daun dipengaruhi oleh kemampuan tanaman pakan dalam menyerap hara dari tanah, serta kecukupan makanan, dan air akan berhubungan juga dengan kesuburan tanah. Peningkatan rata-rata pertumbuhan jumlah daun pada perlakuan P3 ini diduga selain karena adanya penggunaan pupuk organik berbahan baku slurry juga karena adanya penambahan EM 4 dan tetes tebu didalamnya yang membantu dalam peran kerja mikroorganisme tanah. Riley (2008) menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang dan berbahan baku limbah biogas pada lahan penanaman tanaman pakan akan meningkatkan struktur tanah dalam dan meningkatkan pertumbuhan akar pada tanaman sehingga memudahkan untuk tunas-tunas baru bertumbuh dan menembus permukaan tanah, sehingga akan mempengaruhi fisiologi tanaman yang akan terlihat seperti pertambahan jumlah daun, lebar daun hingga jumlah anakan. Fadilah (2019) mengatakan bahwa slurry merupakan produk akhir dari pengolahan limbah kotoran sapi yang bermanfaat sebagai sumber nutrisi tanaman. Pernyataan tersebut sesuai dengan rataan hasil penelitian yang menunjukkan kecenderungan jumlah daun yang sudah sesuai dengan pertumbuhan rumput odot.
Panjang Daun Rumput Odot
Penampilan panjang daun merupakan salah satu aspek yang dapat diukur dan diamati dengan mudah untuk menilai kualitas dari pertumbuhan suatutanaman pakan. Hasil pengukuran terhadap panajang daun rumput odot selama penelitian tersaji pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa rataan panjang daun mencapai 57 cm pada perlakuan P3 dan paling rendah pada perlakuan P0 yakni 55 cm. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk berbahan baku bio slurry dengan penambahan bahan yang berbeda memberikanpengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap panjang daun.
Pada perlakuan P3 terdapat penambahan EM 4 dan tetes tebu selain berasal dari bahan baku slurry. Penambahan bahan tersebut diduga menjadi penyebab dari rataan nilai P3 yang paling tinggi, yakni adanya tetes tebu yang merupakan hasil akhir limbah dari produksi gula, dimana tetes tebu ini memiliki kandungan gula yang tinggi sehingga mampu digunakan sebagai penyokong terjadinya fermentasi mikroorganisme dalam tanah karena bisa digunakan sebagai sumber energi sehingga dapat menambah unsur hara. Sesuai dengan Kusmiati et al., (2007), tetes tebu atau yang dimaksud yaitu molasses dinilai mampu meningkatkan jumlah hara dalam tanah sehingga dapat memperbaiki media tanam tanaman pakan dan akan berdampak pada peningkatan kesuburan tanah. Sesuai dengan penelitian Pamungkas dan Adiguna (2020) menyatakan bahwa pemberian pupuk organik cair (POC) tetes tebu memberikan perbedaan yang sangat nyata pada pertumbuhan bibit tanaman kelapa sawit.
Tinggi Tanaman Rumput Odot
Tinggi tanaman merupakan salah satu tampilan dari tanaman pakan yang dijadikan sebagai indikator penilaian dalam pertumbuhan tanaman pakan. Muslihat (2003) menyatakan bahwa, pertumbuhan tinggi tanaman dalam prosesnya ditentukan oleh pertumbuhan dan perkembangan dari sel, semakin cepat membelah, membesar dan memanjang, artinya akan semakin tinggi tanaman pakan tersebut. Hasil pengamatan terhadap tinggi rumput odot tersaji pada Tabel 1.
Hasil analisis statistik dari data penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk berbahan baku slurry dengan penamabahan bahan yang berbeda pada perlakuan P3 menghasilkan tinggi rumput odot tertinggi pada umur 40 hari. Hasil uji tersebut menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap tinggi tanaman. Penggunaan dan penambahan bahan yang berbeda dan terdapat variasi dari segi kuantitas akan mempengaruhi terpenuhinya nutrisi tanah dan tanaman pakan. Selain peran dari slurry itu sendiri, juga dipengaruhi oleh EM 4, dimana EM 4 ini akan melibatkan mikroorganisme didalamnya berupa bakteri asam laktat yang membantu dalam proses perombakan bahan organik sehingga meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah (Hendarto, 2020).
Rataan hasil tinggi tanaman yang dihasilkan pada Tabel 1. berbeda dengan hasil peneltian Yowa dan Sudarma (2022) yang menyatakan bahwa tinggi tanaman sekitar 109-113 cm, yang disebabkan karena pada penelitian ini dihasilkan pada defoliasi kedua. Pada defoliasi yang kedua pertumbuhan rumput odot biasanya akan mengalami pertumbuhanyang signifikan, namun tidak seperti yang diungkapkan oleh Yusrizal dan Refkikan (2020), bahwa defoliasai kedua rumput odot, bila dilihat pertumbuhannya belum begitu signifikan menunjukkan perbedaan pada parameter tinggi tanaman. Salah satu faktornya yakni semakin banyak pupuk slurry biogas yang di berikan akan semakin tinggi tanaman rumput odot.
Produksi Berat Segar Rumput Odot
Berat segar yakni berat tanaman pakan yang menunjukkan dan menentukan pertumbuhan dan pekembangan suatu tanaman. Produksi rumput odot yang dihasilkan ialah pada kisaran 558 – 584 gram/ rumpun. Hasil rataan ini tidak sebanding dengan produksi berat segar yang dihasilkan oleh penelitian Yowa dan Sudarma (2022), yang menyatakan bahwa pada pertumbuhannya dihasilkan produksi rumput odot sebesar 1042 – 2845 gram/ rumpun. Hal tersebut disebabkan mungkin pada perbedaan defoliasi, sebab dalam penelitian ini penelitian dilakukan pada tahapan defoliasi pertama.
Produksi berat segar berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap produksi berat segar rumput odot. Hasil penelitian rataan produksi berat segar rumput odot tertinggi dengan pemberian pupuk slurry dengan ditambahkan bahan EM 4 dan tetes tebu yakni sebesar 584 gram/rumpun pada defoliasi pertama. Produksi rumput odot segar pada perlakuan P3 sebanding dengan jumlah daun, panjang daun dan tinggi tanaman pakan, karena sesuai dengan Anis dan Kaunang (2017) yang menyatakan bahwa bobot segar tanaman pakan merupakan total dari kesemua parameter yang akan diukur pada saat panen. Sesuai dengan Yowa dan Sudarma (2022), hasil tersebut dapat diketahui dengan bahwa penggunaan pupuk organik berbahan baku slurry dengan dosis yang banyak dan ditambahkan juga dengan bahan pendukung seperti EM4 dan tetes tebu dapat meningkatkan produksi berat segar tanaman pakan rumput odot. Pemberian pupuk yang dapat mencukupi ketersediaan hara akan berdampak bagi pertumbuhan tanaman yang baik dalam peningkatan pembelahan selan tanaman sehingga berat segar juga meningkat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan pemberian pupuk organik berbahan baku slurry biogas ditambah dengan EM 4 dan tetes tebu dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi rumput odot. Penggunaan pupuk slurry biogas dengan level 50%, 25% EM 4 dan 25% tetes tebu direkomendasikan karena memberikan hasil terbaik pada produski rumput odot defoliasi pertama.
REFERENSI
Fadilah, H.F., Kusuma, M.N dan Afrianisa, R. D. 2019. Pemanfaatan Bioslurry dari Digester Biogas Menjadi Pupuk Organik. Seminar Teknologi Perencanaan, Perancangan, Lingkungan dan Infrastruktur. Surabaya.
Hendarto, E., Qohar, A.F., Hidayat., Bahrun dan Harwanto. 2020. Produksi Dan Daya Tampung Rumput Odot (Pennisetum Purpureum Cv. Mott) Pada Berbagai Kombinasi Pupuk Kandang dan NPK. Prosiding Seminar Teknologi dan Agribisnis Peternakan VII–Webinar: Prospek Peternakan di Era Normal Baru Pasca Pandemi COVID-19, Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman.
Khakim, M. 2017. Pengaruh Umur bibit dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi (Oryza sativa L) dengan Pola Tanam Sri (System of Rice Intensification). Jurnal Agroteknologi Merdeka Pasuruan. 1(1): 1-9.
Kusimati, Tamat, Jusuf dan Istiningsih, R. 2007. Produksi - Glukan dari Dua Galur Agrobacterium sp. pada Media Mengandung Kombinasi Molase dan Urasil. Biodiversitas. 8(1): 123-129.
Mudap, V.N., Nastiti, H.P., dan Manggol Y.H. 2019. Pertumbuhan dan Produksi Panen Kedua Rumput Brachiaria hybrid Cv. Mulato yang diberi Bokashi Feses Kambing dengan Dosis yang Berbeda. Jurnal Peternakan Lahan Kering. 1(4): 611-618.
Muslihat, L 2003. Teknik Percobaan Takaran Pada Pembibitan. Bulletin Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen pertanian. 8 (1): 1-3.
Nganji dan Juwang. 2022. Status Hara Makro Primer Tanah di Lahan Pertanian Kecamatan Tabundung Kabupaten Sumba Timur. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan. 9(1): 93-98.
Nganji, M.U dan Sudarma M.A. 2023. Analisis Status Kesuburan Tanah Pada Lahan Budidaya Rumput Odot (Pennisetum Purpureum Cv. Moot) Dengan Perlakuan Pupuk Bokashi Sludge Biogas Berbeda. Jurnak Tanah dan Sumberdaya Lahan. 10(2): 223-229.
Pamungkas, S.S dan Adiguna, Y. 2020. Aplikasi Limbah Cair Tebu Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit pada Fase Pre Nursery. Jurnal Ilmiah Pertanian. 16 (2): 68-73.
Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropika. BPFE, Yogyakarta.
Riley, H., R. Pommeresche, R. Eltun, S. Hansen, A.Korsaeth. 2008. Soil Structure, Organic Matter and Earthworm Activity in a Comparison of Cropping Systems with Contrasting Tillage, Rotations, Fertilizer levels and Manure use. Jurnal Agron. Indonesia.
S. D. Anis and C. L. Kaunang. 2017. Pengaruh Tinggi Dan Jarak Waktu Pemotongan Rumput Gajah Dwart (Pennisetum purpureum cv. Mott) Terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Produksi Bahan Kering. 37 (1): 116–122.
Sufriyanto, Hastuti, Prabowo dan Setyawati. 2012. Opimalisasi Pupuk Cair Urine Sapi Bunting Dan Slury Biogas Metode Nanometer untuk Meningkatkan Produktivitas Rumput Gajah. Seminar Nasional Pengembangan Sumbe Pengembangan Sumber Daya Pedesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan II. Universitas Jendral Soedirman. Jawa Tengah.
Y. M. Yusrizal and I. Refkikan. 2020. Pengaruh Jenis Amelioaran Dan Dosis Pupuk Serbaguna (AGRODYKE) pada Pertumbuhan Rumput Gajah Odot (Pennisetum Purpureum CV. Mott) Dilahan Gambut. J. Agrotek Lestari. 6 (1): 8–15.

Effects of Crude Enzymes Derived Tempeh Starter on Quality of Maggot Hydrolyzates

Amanda Hasanah1, Bambang Hartoyo2, Fransisca Maria Suhartati2, Munasik2, Novita Hindratiningrum3 dan Sri Rahayu2*
1Alumni of Magister Animal Science, University of Jenderal Soedirman
Jl. Dr. Soeparno 60, Purwokerto 53123, Indonesia
2Faculty of Animal Science, University of Jenderal Soedirman
Jl. Dr. Soeparno 60, Purwokerto 53123, Indonesia
3 Department of Animal Science, University of Nadhatul Ulama Purwokerto
Jl. Sultan Agung No.42, Purwokerto 53145, Indonesia
*email: sri.rahayu2710@unsoed.ac.id
Abstract. The purpose of this study was to evaluate the interaction effect of crude enzymes level from tempeh starter (TS) and time of hydrolysis on the antimicrobial activity againts E. coli, antioxidant activity, and physical quality of hydrolyzates. The research design was a completely randomized design with a 4x3 factorial, 3 replications and an orthogonal polynomial for further test. The first factor (A) were enzymes level 0, 1, 2 and 3% (v/w). The second factor (B) were time of hydrolysis 0, 24 and 48 hours. Analyzis of variance informed that treatments had significantly effect to antimicrobial and antioxidant activity (P<0.01). There was an significantly interaction (P<0.01) between enzymes level and hydrolysis time on the antimicrobial activity and antioxidant activity of maggot hydrolyzates. The average antibacterial activity of hydrolized maggot against E. coli was 5.42-13.08 mm and antioxidant activity was 69.60-89.10. Hydrolyzed maggots have better physical qualities (spesific gravity, stack density, compaction stack density and stack angle) compared to nonhydrolyzed maggots. The best quality of hydrolyzed BSF maggots by Tempeh starter enzymes was an enzyme level of 1.5% (v/w) and hydrolysis time of 27 hours.
Keywords: fungi, antimicrobial, antioxidant, quality, hydrolysis, maggot.

PENGARUH EKSTRAK SEREH TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, WARNA, DAN TOTAL ASAM TERTITRASI KEJU

Ridho Maulaeni, Triana Setyawardani*, Juni Sumarmono dan Irfan Fadhlurrohman
Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Indonesia
*email: triana.setyawardani@unsoed.ac.id
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak sereh terhadap aktivitas antioksidan, warna, dan total asam tertitrasi keju susu sapi. Materi yang digunakan meliputi 20.000 g susu, 500 g sereh, serta bahan lain yaitu enzim renet, bakteri mesofilik (Lactococcus lactis), CaCl2, akuades, indikator warna phenolphthalein, NaOH, DPPH 0,20 M, metanol dan garam. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian berupa Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan 4 ulangan. Perlakuan penelitian yaitu keju tanpa penambahan ekstrak sereh atau keju kontrol (P0), serta keju dengan penambahan ekstrak sereh 0,5% (P1), 1% (P2), 1,5% (P3), dan 2% (P4). Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan ekstrak sereh berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aktivitas antioksidan keju dengan rataan nilai berkisar antara 29,30 – 58,38%. Namun tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap warna dan total asam tertitrasi keju. Rataan nilai warna meliputi L* (lightness) 42,10 – 42,82; a* (redness) -5,43 hingga -6,14; dan b* (yellowness) 16,08 – 16,85; sedangkan total asam tertitrasi berkisar antara 0,05 – 0,06%. Kesimpulan penelitian ini yaitu penambahan ekstrak sereh mampu meningkatkan aktivitas antioksidan hingga 58,38%, namun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna dan total asam tertitrasi keju susu sapi.
Kata kunci: Keju, Sereh, Aktivitas antioksidan, Warna, Total asam tertitrasi
Abstract. This research aims to determine the effect of various concentrations of lemongrass extract on the antioxidant activity, color and total titratable acidity of cow's milk cheese. The materials used include 20,000 g of milk, 500 g of lemongrass, as well as other ingredients, namely rennet enzyme, mesophilic bacteria (Lactococcus lactis), CaCl2, distilled water, color indicator phenolphthalein, NaOH, 0.20 M DPPH, methanol and salt. This study used a research design in the form of a Completely Randomized Design (CRD) with 5 treatments and 4 replications. The research treatments were cheese without the addition of lemongrass extract or control cheese (P0), as well as cheese with the addition of 0.5% (P1), 1% (P2), 1.5% (P3), and 2% (P4) lemongrass extract. The results of the analysis showed that the addition of lemongrass extract had a very significant effect (P<0.01) on the antioxidant activity of cheese with average values ranging from 29.30 – 58.38%. However, there was no significant effect (P>0.05) on the color and total titratable acidity of the cheese. Average color values include L* (lightness) 42.10 – 42.82; a* (redness) -5.43 to -6.14; and b* (yellowness) 16.08 – 16.85; while the total titratable acidity ranges from 0.05 – 0.06%. The conclusion of this research is that the addition of lemongrass extract can increasing the antioxidant activity up to 58,38%, but does not have a significant effect on the color and total titratable acidity of cow's milk cheese.
Keyword: cheese, lemongrass, antioxidant activity, color, total titratable acidity.
PENDAHULUAN
Pasca pandemi Covid-19 menyebabkan masyarakat mengalami beberapa perubahan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat semakin menyadari bahwa pemilihan makanan merupakan salah satu hal yang penting dalam menjaga kesehatan tubuh. Makanan yang bernutrisi atau bergizi memiliki berbagai manfaat yang baik bagi kesehatan tubuh, salah satunya yaitu keju.
Keju adalah pangan fungsional olahan susu yang dihasilkan melalui proses fermentasi. Keju terbentuk melalui proses koagulasi (penggumpalan) protein susu, sehingga menghasilkan curd dan whey. Kandungan gizi 100 g keju adalah protein 22,8 g, lemak 25,5 g, zat besi 0,4 mg, vitamin B1 0,06 mg, vitamin A 155 RE dan energinya 285 kalori (Chairunnisa et al., 2021). Menurut Fadhlurrohman et al. (2023) bahwa sifat fungsional pada keju dapat ditingkatkan melalui penambahan rempah seperti sereh.
Sereh (Cymbopogon citratus) merupakan salah satu jenis rempah yang cukup banyak digunakan sebagai bumbu dapur di lingkungan masyarakat Indonesia. Ketersediaan sereh di Indonesia cukup melimpah, harga sereh juga relatif terjangkau, dan memiliki kandungan nutrisi yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Kandungan senyawa antioksidan pada sereh yaitu sitronelal 36,11%, geraniol 20,07%, dan sitronelol 10,82% (Harianingsih et al., 2017). Penggunaan sereh sebagai tanaman herbal dapat mengatasi beberapa masalah kesehatan seperti masalah pencernaan, meredakan kram, serta mengurangi gejala flu.
Penelitian mengenai pengaruh penambahan ekstrak sereh terhadap aktivitas antioksidan, warna, dan total asam tertitrasi pada pembuatan keju belum banyak dilakukan. Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai penambahan ekstrak sereh pada pembuatan keju. Hal tersebut perlu dilakukan agar dapat mengetahui pengaruh penambahan ekstrak sereh terhadap aktivitas antioksidan, warna, dan total asam tertitrasi (TAT) pada keju.
METODE PENELITIAN
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi: 1 unit pan, 1 unit kompor gas, 2 unit spatula, 1 unit timbangan analitik, 20 unit jar, 5 unit cawan, 1 unit mikropipet dan tip, 1 unit termometer, 1 unit gelas piala (beaker glass), 1 unit pinset, 1 unit pisau, 5 unit alat cetak keju, 10 unit kain saring, 5 unit erlenmeyer, 1 unit statif dan buret, 2 unit pengaduk kaca, 5 unit wadah penyaringan, 1 unit colormeter, 1 unit centrifuge, 12 unit tabung centrifuge, 5 unit tabung reaksi, 1 unit spektrofotometer, serta 4 unit kuvet.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 20.000 g susu sapi, 500 g sereh (Cymbopogon citratus) dan bahan lainnya yang meliputi: 20 g enzim renet, 0,4 g bakteri mesofilik (Lactobacillus lactis), 10 g CaCl2, 2.000 g akuades, 10 g indikator warna phenolphthalein, 4 g NaOH, 5 g DPPH 0,20 M, 100 g metanol, dan 250 g garam.
Rancangan Penelitian
Penelitian ekstrak sereh dan pengaruhnya terhadap aktivitas antioksidan, warna, dan total asam tertitrasi keju berbahan dasar susu sapi dilaksanakan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Jumlah perlakukan yang diterapkan yaitu 5 perlakuan dengan 4 ulangan sehingga menghasilkan 20 unit percobaan. Perlakuan yang diterapkan yaitu penambahan ekstrak sereh pada pembuatan keju dengan penambahan sebesar 0,5% (P1), 1% (P2), 1,5% (P3), 2% (P4) dan tanpa penambahan ekstrak sereh (P0).
Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel yang diukur dalam penelitian yaitu aktivitas antioksidan, warna, dan total asam tertitrasi (TAT). Aktivitas antioksidan adalah kemampuan antioksidan yang terkandung dalam suatu bahan makanan untuk menangkap radikal bebas. Kemampuan tersebut dapat diketahui dengan metode DPPH yang akan menunjukkan kemampuan antioksidan dalam bahan makanan menangkap radikal bebas sebesar 50% (IC50) (Kusumawati et al., 2019). Warna merupakan salah satu indikator penilaian kualitas produk makanan yang dapat didasarkan pada beberapa parameter seperti L (keputihan), a* (kemerahan), dan b* (kekuningan) (Tianling dan Sumarmono, 2023). Total asam tertitrasi merupakan jumlah asam laktat yang terbentuk selama proses fermentasi. Total asam tertitrasi ditentukan dengan titrasi asam basa untuk menentukan konsentrasi total asam (Arkan et al., 2021).
Cara Kerja
Prosedur Pembuatan Ekstrak Sereh
Tahap pembuatan ekstrak sereh mengacu pada (Mbaeyi-nwaoha et al., 2023) dengan sedikit modifikasi pada jenis pelarut, suhu, dan waktu perebusan. Sereh dicuci dengan air bersih, dimemarkan dan dipotong dengan ukuran +2 cm, kemudian ditimbang berdasarkan P1, P2, P3 dan P4, dilakukan perebusan dalam 300 g susu dengan suhu 72o C selama 15 detik dan disaring dengan kain saring sehingga dihasilkan susu yang mengandung ekstrak sereh.
Prosedur Pembuatan Keju
Tahap pembuatan keju mengacu pada (Fadhlurrohman et al., 2023) dengan sedikit modifikasi, yaitu adanya perlakuan penambahan ekstrak sereh.
Prosedur pengukuran Aktivitas Antioksidan
Analisis aktivitas antioksidan dilakukan menurut (Fadhlurrohman et al., 2023) yaitu menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 517 nm hingga muncul nilai absorbansi sampel. Nilai serapan larutan DPPH sebelum (larutan blanko) dan sesudah penambahan sampel dihitung sebagai persen inhibisi (%) dengan rumus sebagai berikut :
Inhibisi (%) = ((Absorbansi kontrol-Absorbansi sampel))/(A kontrol) x 100%
Prosedur Pengukuran Warna
Analisis warna dilakukan menurut (Tianling dan Sumarmono, 2023) yaitu menggunakan colormeter hingga muncul hasil pengukuran, kemudian dicatat dan pengukuran diulang secara triplo (tiga kali).
Prosedur Pengukuran Total Asam Tertitrasi
Analisis TAT dilakukan menurut (Shori et al., 2020) yaitu menggunakan metode titrasi, sampel pada setiap perlakuan dititrasi sebanyak tiga kali dan nilai total asam tertitrasi dihitung dengan rumus:
Total asam tertitrtasi (%)= (V x 0,009 x N x 100%)/(W Sampel (g))
Keterangan:
V = Volume larutan NaOH 0,1 N (ml); N = Normalitas larutan NaOH (0,1 N); W = berat sampel (g).
Analisis Data
Data penelitian dianalisis menggunakan analisis variansi (ANAVA), dan variabel yang menunjukkan pengaruh nyata dilakukan uji lanjut dengan orthogonal polinomial.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Data hasil penelitian yang terdiri atas nilai aktivitas antioksidan, warna, dan total asam tertitrasi keju susu sapi dengan penambahan ekstrak sereh disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan nilai aktivitas antioksidan, warna, dan total asam tertitrasi keju susu sapi dengan penambahan ekstrak sereh.
Perlakuan Aktivitas antioksidan (%) Warna Total asam tertitrasi (%)
L* a* b*
P0 = Keju tanpa ekstrak sereh 29,30a + 4,20 42,26a + 0,40 -5,66a + 0,47 16,72 a + 0,43 0,05a + 0,01
P1 = Keju + 0,5% ekstrak sereh 37,17ab + 6,22 42,61a + 0,42 -5,43a + 0,50 16,20a + 0,53 0,05a + 0,01
P2 = Keju + 1% ekstrak sereh 44,92abc + 8,36 42,82a + 0,39 -5,68a + 0,44 16,08a + 0,76 0,05a + 0,01
P3 = Keju + 1,5% ekstrak sereh 48,60bc +10,50 42,15a + 0,55 -5,86a + 0,69 16,69a + 0,42 0,06a + 0,01
P4 = Keju + 2% ekstrak sereh 58,38c + 9,89 42,10a + 0,52 -6,14a + 0,60 16,85a + 0,60 0,05a + 0,01
Rata-rata 43,67 + 12,50 42,39 + 0,50 -5,75 + 0,55 16,51 + 0,59 0,05 + 0,01
Signifikansi ** ns ns ns ns
Keterangan: L* (lightness), a* (redness), b* (yellowness), ** (berpengaruh sangat nyata), ns (non significant atau tidak berpengaruh nyata).
Hasil analisis pada aktivitas antioksidan tersebut dilakukan uji lanjut berupa orthogonal polinomial. Hasil analisis menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) yaitu 0,6528 atau 65,28% dengan persamaan linear Y= 13,917X + 29,754. Hubungan linear antara presentase penambahan ekstrak sereh dengan nilai aktivitas antioksidan keju berupa grafik hasil uji lanjut orthogonal polinomial yang dapat dilihat pada:

Gambar 8. Grafik uji lanjut orthogonal polinomial aktivitas antioksidan keju dengan penambahan ekstrak sereh.
Pengukuran Aktivitas Antioksidan
Hasil pengukuran aktivitas antioksidan pada penelitian ini menunjukkan bahwa nilai aktivitas antioksidan terendah pada keju kontrol atau tanpa penambahan ekstrak sereh (P0) dengan nilai 29,30a + 4,20. Keju dengan penambahan ekstrak sereh sebanyak 2% menunjukkan nilai tertinggi yaitu 58,38c + 9,89. Nilai aktivitas antioksidan keju tersebut mengalami peningkatan yang dikarenakan oleh adanya penambahan ekstrak sereh dengan presentase yang berbeda pada tiap perlakuan. Nugroho et al. (2018) menjelaskan bahwa nilai aktivitas antioksidan keju segar yaitu 22,32%.
Peningkatan aktivitas antioksidan keju dipengaruhi oleh kandungan antiokosidan yang terkandung dalam sereh. Menurut Rasyid et al. (2017) sereh mengandung beberapa komponen antioksidan seperti sitronelal, geraniol, sitronelol, geranil asetat dan sitronelil asetat. Aktivitas antioksidan ekstrak sereh dalam penelitian ini menunjukkan nilai rata-rata 21,20%. Antioksidan tersebut mempunyai manfaat yang baik bagi kesehatan tubuh yaitu dapat melindungi sel dari efek buruk radikal bebas yang berasal dari polusi, debu, maupun kebiasaan hidup yang kurang sehat.
Sereh juga mengandung senyawa bioaktif yang dapat memberikan manfaat yang baik bagi tubuh. Menurut Harianingsih et al. (2017) komponen senyawa bioaktif pada sereh terdiri atas saponin, flavonoid, polifenol, alkaloid dan minyak atsiri. Beberapa senyawa tersebut berperan sebagai senyawa antioksidan seperti saponin dan flavonoid. Yuliningtyas et al. (2019) menjelaskan bahwa senyawa saponin mempunyai sifat antikoagulan, antikarsinogenik, hopoglikemik, antiinflamasi, dan antioksidan, sedangkan flavonoid mempunyai sifat analgesik, antitumor, antioksidan, antialergi diuretik, antibiotik, dan antiinflamasi. Senyawa bioaktif tersebut menjadi salah satu faktor yang memengaruhi adanya peningkatan aktivitas antioksidan keju.
Pengukuran Warna Keju
Penambahan ekstrak sereh pada pembuatan keju tidak berpengaruh nyata terhadap parameter warna keju. Berdasarkan rataan nilai warna pada Tabel 1, nilai lightness (L*) keju relatif sama yaitu antara 42,10 – 42,82. Nilai lightness (L*) keju kontrol pada penelitian ini yaitu 42,26 + 0,40. Menurut Tianling dan Sumarmono (2023) keju tanpa penambahan tepung beras hitam memiliki nilai L* 49,35 ± 0,38. Lightness (L*) merupakan salah satu parameter warna yang menunjukkan tingkat kecerahan yaitu antara 0 – 100 yang menunjukkan tingkat warna putih (cerah) hingga hitam (gelap). Keju pada tiap perlakuan cenderung mendekati putih (cerah) yang disebabkan oleh adanya warna putih pada susu. Menurut Navyanti dan Adriyani (2015) bahwa warna putih susu berasal dari pemecahan pantulan cahaya pada gumpalan lemak dan partikel koloid kasein serta kalsium fosfat.
Tabel 2 juga menunjukkan hasil rataan nilai redness (a*) yaitu berkisar antara -5,43 hingga -6,14. Nilai redness (a*) dengan nilai positif menunjukkan sampel mendekati warna merah, sedangkan nilai negatif menunjukkan sampel mendekati warna hijau. Berdasarkan hasil penelitian bahwa keju tanpa penambahan ekstrak sereh maupun keju dengan penambahan ekstrak sereh cenderung mendekati warna hijau. Menurut Tianling dan Sumarmono (2023) bahwa nilai redness (a*) pada keju kontrol atau keju tanpa penambahan tepung beras hitam menunjukkan nilai -0,15 + 0,77.
Nilai yellowness (b*) pada keju dengan penambahan ekstrak sereh dan keju tanpa penambahan ekstrak sereh relatif sama, yaitu dengan nilai antara 16,08 – 16,85. Menurut Tianling dan Sumarmono (2023) keju tanpa penambahan tepung beras hitam menunjukkan nilai yellowness (b*) 17,18 + 0,26. Hasil pengukuran yellowness dengan nilai positif menunjukkan bahwa sampel tersebut mendekati warna kuning, sedangkan nilai negatif menunjukkan sampel tersebut mendekati warna biru. Hasil pengukuran pada penelitian ini menunjukkan bahwa sampel mendekati warna kuning. Hal tersebut disebabkan adanya pigmen warna beta-karoten pada susu dan minyak atsiri pada sereh yang menyebabkan warna keju cenderung kekuningan. Menurut Navyanti dan Adriyani (2015) susu sapi mengandung beta-karoten yang merupakan pigmen kuning yang larut dalam lemak. Fatina et al. (2021) menjelaskan bahwa minyak atsiri yang terkandung dalam sereh akan menyebabkan terbentuknya warna kuning pucat.
Pengukuran Total Asam Tertitrasi
Pengaruh penambahan ekstrak sereh pada pembuatan keju tidak berpengaruh nyata terhadap total asam tertitrasi keju. Total asam tertitasi pada keju kontrol (tanpa penambahan ekstrak sereh) dan keju dengan penambahan ekstrak sereh berkisar antara 0,05 – 0,06. Nilai total asam tertitrasi keju tanpa penambahan ekstrak sereh maupun dengan penambahaan ekstrak sereh tidak mengalami peningkatan. Menurut Fadhlurrohman et al. (2023) nilai total asam tertitrasi keju tanpa penambahan teh hitam orthodox yaitu 0,08 ± 0,01a.
Total asam tertitrasi dipengaruhi beberapa faktor salah satunya yaitu aktivitas bakteri asam laktat yang merubah laktosa menjadi asam laktat. Berdasarkan hasil uji menggunakan lactoscan susu sapi yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan keju pada penelitian ini mengandung laktosa sebanyak 4,16%. Menurut Prastujati et al. (2018) kandungan laktosa yang semakin tinggi, maka semakin tinggi jumlah total asam yang dihasilkan. Aktivitas atau metabolisme bakteri asam laktat dipengaruhi oleh suhu fermentasi. Imelda et al. (2020) menyatakan bahwa metabolisme bakteri asam laktat (BAL) dipengaruhi oleh suhu fermentasi yang relatif rendah dan waktu fermentasi. Keju pada setiap perlakuan difermentasi dengan suhu dan waktu yang sama sehingga menyebabkan nilai total asam tertitrasi keju pada penelitian ini relatif sama.
Faktor lain yang memengaruhi total asam tertitrasi yaitu lama penyimpanan. Menurut Suharto et al. (2021) semakin lama produk disimpan maka akan menunjukkan kenaikan nilai total asam tertitrasi. Faktor lamanya penyimpanan tidak terlalu memengaruhi nilai total asam tertitrasi keju pada penelitian ini. Hal tersebut karena setiap sampel dilakukan pengukuran total asam tertitrasi pada hari yang sama yaitu hari ke-3 penyimpanan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penambahan ekstrak sereh dengan presentase 0% hingga 2% pada pembuatan keju mampu memberikan pengaruh yang sangat nyata dalam meningkatkan aktivitas antioksidan, namun tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap warna dan total asam tertitrasi keju. Peneliti memberikan saran untuk dilakukan penelitian dengan bahan yang berbeda seperti susu kambing maupun susu sapi dengan jenis lain yaitu low fat namun tetap menggunakan sereh sebagai bahan tambahan dalam pembuatan keju.
REFERENSI
Arkan, N D, T Setyawardani, and TY Astuti. 2021. Pengaruh Penggunaan Pektin dengan Persentase yang Berbeda terhadap Nilai pH dan Total Asam Tertitrasi Yogurt Susu Sapi. Jurnal Teknologi Hasil Peternakan. 2(1):1–7. http://doi.org/10.24198/jthp.v2i1.28302
Chairunnisa, T, N Irbah, AZ Irsan, S Indah, T Dewi, and PN Purba. 2021. Klaim Gizi Rendah Lemak pada Berbagai Jenis Keju : Literature Review Nutrition Claim of Low Fat in Different Types of Cheese : Literature Review. 1(13):1
Published
2024-08-28
How to Cite
Bahari, A., Setianto, N., & Wakhidati, Y. (2024). PRODUKTIVITAS USAHA AYAM BROILER STUDI KASUS PADA PT GSU DI KABUPATEN SERANG. PROSIDING SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI AGRIBISNIS PETERNAKAN (STAP), 11, 107-113. Retrieved from https://jnp.fapet.unsoed.ac.id/index.php/psv/article/view/2696
Section
Articles

Most read articles by the same author(s)