Efek Interval Recording Produksi Susu Sapi Perah terhadap Ketepatan Produksi Taksiran Menggunakan Test Interval Method
Abstract
Kegiatan pencatatan produksi susu sapi perah setiap hari selama masa laktasi memerlukan biaya yang tidak sedikit. Test Interval Method (TIM) sebagai salah satu metode alternatif pencatatan produksi susu sapi perah telah direkomendasikan penggunaannya oleh International Committee on Animal Recording (ICAR) untuk menggantikan pencatatan harian ketika ongkos tenaga kerja tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji ketepatan TIM dalam menaksir produksi susu per laktasi sapi perah melalui simulasi komputer. Dua ukuran digunakan dalam menentukan ketepatan hasil penaksiran tersebut yaitu: (1) persen deviasi dan (2) korelasi antara produksi susu per laktasi aktual dan produksi susu per laktasi taksiran menggunakan TIM. Data produksi susu harian dari 500 ekor sapi perah disimulasikan menggunakan fungsi Gamma tak lengkap dari Wood (Wood's Incomplete Gamma Function). Interval pencatatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 mingguan (1W, 2W, 3W, 4W, 5W, 6W, 7W, dan 8W) diuji dalam penelitian ini untuk dihitung ketepatan penggunaan TIM dalam menaksir produksi susu per laktasi. Penelitian diulang sebanyak 500 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa TIM menghasilkan taksiran yang lebih rendah dibandingkan dengan produksi aktualnya (underestimate) yang berkisar antara 1,42 (+ 0,11) hingga 16,05 (+0,28) persen di bawah produksi aktualnya. Besarnya persen deviasi absolut sejalan dengan meningkatnya interval pencatatan. Hal ini menunjukkan bahwa interval pencatatan yang semakin jauh akan menurunkan ketepatan taksiran produksi susunya. Hasil pengamatan pada besarnya koefisien korelasi antara produksi susu per laktasi aktual dengan produksi susu per laktasi taksiran menunjukkan gejala yang berlawanan dengan hasil yang diamati pada besaran persen deviasi. Persen deviasi terbesar diperoleh pada interval pencatatan 8 minggu dengan arah penyimpangan negatif (underestimate) (-16,05+0,28). Besarnya koefisien korelasi akan semakin mengecil sejalan dengan bertambahnya interval pencatatan produksi susu yang berarti tingkat hubungan keduanya semakin lemah. Koefisien korelasi terbesar diperoleh pada interval pencatatan 1W (0,37+0,04) dan terkecil pada interval pencatatan 8W (0,13+0,04). Dapat disimpulkan bahwa: (1) interval pencatatan yang semakin panjang akan menurunkan persen deviasi dan koefisien korelasi antara produksi susu per laktasi aktual dan produksi susu per laktasi taksirannya, dan (2) TIM
akan menghasilkan taksiran yang lebih rendah (underestimate) dibandingkan produksi susu aktualnya.